Kitab Laksana Taman-taman Indah




[Kisah #11]
Kitab Laksana Taman-taman Indah
(Kisah Hidup Ibnu Duraid)

Penulis :
Ummu Husain Muthya bintu Basri ‘Abdillah Al- Makassariyyah


Mungkin setiap orang terkadang merasakan kelelahan, kegundahan hati, keresahan jiwa, dan semisalnya. Entah karena kesibukan, atau pekerjaan yang mereka miliki, ataukah problema kehidupan yang sedang mereka hadapi.

Di saat-saat seperti itulah, timbul keinginan mereka untuk menenangkan hati dan pikiran mereka. Karena itu, mereka melakukan segala cara untuk menenangkan jiwa mereka.

Tak jarang pula di antara mereka mencari tempat-tempat rekreasi yang nyaman dan indah. Perkara seperti ini tentulah hal yang wajar.

Adapun tempat-tempat rekreasi, masing-masing orang memiliki selera yang berbeda-beda.

Di sana terdapat sebuah kisah menarik dari seorang ulama kita yang bernama “Abu Bakr Ibnu Duraid” -rahimahullahu ta’ala- mengenai hal ini . Beliau adalah seorang ulama yang pernah hidup hidup di abad ke 14 H. Beliau wafat pada tahun 321 H [Lihat Al-A’lam (6/80), karya Az-Zirikliy]

Kisah hidup Ibnu Duraid, diceritakan oleh Abu Nashr Al-Mikali di dalam kitab Irsyadu Al-Arib (6/2498), karya Yaqut Al-Hamawiy.

Abu Nashr Al-Mikaliy berkata,
"تذاكرنا المتنزهات يوما وابن دريد حاضر، فقال بعضهم: أنزه الأماكن غوطة دمشق، وقال آخرون: بل نهر الأبلّة، وقال آخرون: بل سغد سمرقند، وقال بعضهم: نهروان بغداد، وقال بعضهم: شعب بوّان بأرض فارس، وقال بعضهم: نوبهار بلخ. فقال: هذه متنزهات العيون فأين أنتم عن متنزهات القلوب. قلنا وما هي يا أبا بكر؟ قال «عيون الأخبار» للقتيبي و «الزهرة» لابن داود و «قلق المشتاق» لابن أبي طاهر." اهـ من معجم الأدباء = إرشاد الأريب إلى معرفة الأديب (6/ 2498)
“Kami pernah berbincang-bincang mengenai tempat-tempat rekreasi, dan pada saat itu Ibnu Duraid juga hadir.

Sebagian orang berkata, “Tempat rekreasi yang bagus adalah Ghuthoh Dimasyq (dataran rendah Damaskus).”

Sebagian yang lain berkata , “Sungai Ubullah.”

Yang lain berkata lagi, “Shughdu Samarkand (daerah gunung atau bukit di Rusia) lebih indah.”

Kemudian yang lain berkata lagi, “Yang paling bagus adalah Nahrowan di Kota Baghdad.”

Yang lain berkata, “Lereng Gunung Bawwan.”

Yang lain berkata lagi, “Yang lebih indah adalah Nubahar Balkh (salah satu daerah di Kufah).”

Ibnu Duraid pun berkata, “Ini adalah tempat-tempat rekreasinya mata-mata manusia. Lalu dimanakah kalian (sehingga lupa) dari mengingat tempat-tempat yang menyenangkan hati kalian?”

Kami berkata, “Apa maksud anda wahai Abu Bakar (yakni, Ibnu Duroid)?”

Ibnu Duraid menjawab,
“Pemandangan-pemandangan yang indah adalah kitab “Uyun Al-Akhbar” (Mata Air Berita-berita) karya Al-Qutaibiy, kitab “Az-Zahroh” (Bunga Mawar) karya Ibnu Dawud, dan kitab “Qolaq Al-Musytaq” (Kegelisahan Orang yang Rindu) karya Ibnu Abi Thohir.”

Subhanallah, inilah diantara bukti besarnya kecintaan para ulama kita terhadap ilmu dan kitab-kitab. Tidak ada yang menyenangkan hati-hati mereka, selain hal tersebut. Sebab, memang ilmu agama yang terambil dari Al-Qur’an dan Sunnah, ibarat bunga-bunga yang indah di surga, sedang majelis ilmu laksana taman-taman surga.

Di dalam sebuah hadits, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
«إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا» قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ: «حِلَقُ الذِّكْرِ»
“Bila kalian melewati taman-taman surga, maka merumputlah (ambillah kebaikan darinya).” Mereka bertanya, “Apa taman-taman surga itu?” Beliau bersabda, “Ia adalah halaqoh-halaqoh dzikir”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3510) dari Anas –radhiyallahu anhu- dan hadits ini di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 1511)]

Halaqoh adalah kumpulan manusia. Sedang “dzikr” adalah mengingat Allah, termasuk di antaranya ilmu. Sebagian ulama menjelaskan bahwa “halaqoh dzikr” adalah halaqoh ilmu tentang halal dan haram. [Mirqoh Al-Mafatih (4/1553)]

Al-Imam Ibnul Mulaqqin Al-Andalusiyrahimahullah- berkata ketika menjelaskan tentang sebab “taman-taman surga”,
"يعني : حلق الذكر والعلم، لما كانت مؤدية إلى الجنة." اهـ من التوضيح لشرح الجامع الصحيح (12/ 576)
“Maksudnya adalah halaqoh-halaqoh dzikir dan ilmu, karena halaqoh-halaqoh ini mengantarkan ke surga.” [Lihat At-Taudhih li Syarh Al-Jami’ Ash-Shohih (12/576)]

Surga dan taman-tamannya adalah tempat yang di dalamnya terdapat berbagai macam nikmat, rahmat dan ketenangan dari Allah –azza wa jalla-.

Nah, demikian pula majelis dan halaqoh dzikir dan ilmu, di dalamnya terdapat ketenangan dan rahmat Allah –subhanahu wa ta’ala-.

Abdur Ra’uf Al-Munawiy Al-Haddadiyrahimahullah- berkata,
"مجالس الذكر أماكن الرحمة فالجنة مواضع الرحمة ولأن أهل الجنة تطيب حياتهم وقلوبهم بقرب الله فأهل مجالس الذكر تطيب قلوبهم بذكر الله." اهـ
“Majelis-majelis dzikir adalah tempat-tempat rahmat. Surga juga adalah tempat-tempat rahmat, dan karena penduduk surga akan nyaman kehidupan dan hati mereka dengan sebab kedekatannya dengan Allah. Nah, orang-orang yang hadir dalam majelis-majelis dzikir akan terasa nnyaman hati mereka dengan sebab mengingat Allah.” [Lihat Faidh Al-Qodir (1/443)]

Barangsiapa yang ingin merasakan kelezatan dan kenyamanan hidup di dunia ini, maka hendaknya ia senantiasa menghadiri majelis-majelis dzikir yang di dalamnya dibacakan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi –shollallohu alaihi wa sallam-.

Kelezatan dan kenyamanan inilah yang dirasakan oleh para penuntut ilmu dan ulama terdahulu, diantaranya Ibnu Duraid, sehingga mereka lebih asyik, nyaman dan damai bersama lembaran-lembaran kitab yang penuh kebaikan, petunjuk dan kedamaian, serta kesejukan.

Berbeda dengan keadaan manusia pada umumnya, yang hanya membatasi tempat-tempat yang indah (berupa pemandangan) di mata mereka sebagai sesuatu yang menyenangkan hati-hati mereka. Padahal itu hanyalah kesenangan sementara.

Pemandangan berupa keindahan alam hanyalah pemandangan yang menyenangkan mata yang melihatnya, walaupun terkadang tidak mengobati hati yang terluka oleh dosa dan musibah, dan tidak pula melahirkan ketenangan setelahnya.

Adapun pemandangan indah berupa ilmu yang terpendam di dalam kitab-kitab ilmu yang ditulis oleh para ulama kita, maka bukan hanya menyenangkan mata, bahkan ia dapat menyenangkan dan menghibur hati yang sempit dan galau; dapat melahirkan ketenangan, dan rahmat Allah.

Karena, di dalam kitab-kitab ilmu agama itu ada banyak ilmu, hikmah, faedah dan pedoman dalam menghadapi segala problema yang dihadapi oleh para hamba.

Siapa yang banyak membaca kitab-kitab para ulama, maka ia akan mendapatkan ketenangan, petunjuk hidup, obat dan hiburan bagi hati saat galau, dan pembeda antara yang baik dan buruk.

Inilah yang dirasakan keindahan dan manfaatnya oleh para pencari ilmu dan para ulama melalui ilmu yang mereka dapatkan di sela-sela lembaran demi lembaran kitab-kitab yang mereka baca dan nikmati.

Sungguh indah kehidupan para ulama. Mereka bahagia dengan ilmu. Mereka menjadikan dunia ini sebatas tempat persinggahan, bagaikan seoarang musafir. Mereka selalu mempersiapkan bekal yang akan memberi manfaat di kampung halaman mereka (surga), sebagaimana halnya mereka menjauhi tempat-tempat yang hanya menyenangkan hati dalam sesaat, bahkan terkadang tempat-tempat itu melalaikannya dari Allah. Keadaan mereka sangat jauh berbeda dengan diri-diri kita dihari ini. Allahul Musta’an.

Faedah dan Pelajaran Berharga dari Kisah Ibnu Duraid

1.   Ilmu adalah penyejuk bagi hati manusia.

2.   Di dalam ilmu, ada ketenangan dan petunjuk dalam menghadapi segala problema hidup.

3.   Di dalam kisah Ibnu Duraid, terdapat gambaran tentang besarnya kecintaan para ulama terhadap kitab-kitab ilmu.

4.   Pemandangan yang paling dan menyejukkan hati dan mata bagi para thullabul ‘ilm (pencari ilmu) adalah ilmu dan taman-tamannya.

5.   Manisnya ilmu akan melahirkan keindahan dan kedamaian di dalam hati para pencintanya.

6.   Hendaknya para penuntut ilmu menjadikan kesibukan mereka dengan bergelut bersama kitab-kitab serta memetik faedah dan pelajaran darinya.

7.   Ilmu adalah dzikrullah (mengingat Allah), sebab dengan mempelajari dan mengajarkan ilmu, maka kita akan selalu menyebut dan mengingat Allah. Ilmu selalu mengingatkan kita untuk selalu mempersiapkan bekal menghadap Allah di Hari Perjumpaan dengan-Nya.

8.   Kegundahan dan kesempitan hidup akan sirna di kala kita menyibukkan diri dengan ilmu.

9.   Siapa yang menyabarkan dirinya di atas ilmu, maka ia akan diliputi oleh rahmat dan ketenangan dari sisi Allah.

Para pembaca yang budiman, sekian kisah yang dapat kami tulis kali ini. Semoga yang sedikit ini dapat memberi manfaat kepada kita seluruhnya, terkhusus bagi penulis secara pribadi.

Kami mohon maaf atas segala kekurangan, dan kami hanyalah hamba Allah yang faqir, dan tidak luput dari banyak kekurangan.

Kritik dan saran kami harapkan dari pembaca sekalian, dan sebelumnya kami ucapkan, “Jazakumullahu khoiron wa barakallahu fikum atas segala atensinya.”


Komentar

Artikel Paling Populer