Kisah Tsa’lab dengan Seekor Kuda
Kisah Tsa’lab dengan Seekor Kuda
Penulis :
Ummu A’isyah Shofiyyah Adibah
Al-Bughisiyyah
-hafizhahallah-
Salah satu uslub (cara) yang digunakan oleh Allah
di dalam Al-Qur’an Al-Karim adalah menyampaikan pesan yang agung melalui qoshosh
‘kisah-kisah’ dari umat-umat dan bangsa yang terdahulu agar kita dapat
mengambil ibroh (pelajaran), nasehat dan tuntunan darinya.
Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman,
فاقصص القصص لعلهم يتفكرون
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (Qur’an Surah Al-‘Araf : 176)
Para pembaca –hafizhakumulloh-, kali ini saya akan nukilkan
secuil kisah yang kecerdasan seorang ulama masa lalu yang dikenal dalam ahli
nahwu.
Ia adalah Tsa’lab alias Abul Abbas Ahmad bin Yahya Asy-Syaibaniy –rahimahullah-, yang lahir
pada tahun 200 H dan wafat pada tahun 291 H.
[Lihat Siyar
A’lam An-Nubala’ (14/6-7), karya Adz-Dzahabiy]
Beliau merupakan ahli nahwu. Konon
kabarnya, beliau dikenal dan
digelari dengan nama Tsa’lab (Kijang).
Kemungkinan beliau dikenal dengan
Tsa’lab (Kijang), karena cara
jalannya yang cepat dan kecerdasannya.
Sebagian sumber menyebutkan bahwa
ia digelari dengan “Tsa’lab”, karena beliau bila ditanya, maka ia mampu
mendatangkan jawaban dari berbagai sisi, laksana kijang saat ingin menyerang,
maka ia datang dari berbagai sisi.
Tsa’lab –rahimahullah-
termasuk ulama terkemuka dalam Bahasa Arab, bahkan digelari sebagai Imamul
Kufiyyin fin Nahwi wal Arobiyyah (Pemuka Orang-orang Kufah dalam Ilmu
Nahwu dan Bahasa Arab).
Di suatu
hari, Tsa’lab –rahimahullah- pernah dirundung kesedihan karena lebih
banyak menghabiskan waktunya dalam menggeluti ilmu alat yang terkait dengan
Bahasa Arab.
Abu Bakr Ibnu Mujahid Al-Muqri’ –rahimahullah- berkata,
Abu Bakr Ibnu Mujahid Al-Muqri’ –rahimahullah- berkata,
"كنت عند أبي العباس ثعلب، فقال: يا أبا بكر، اشتغل أهل
القرآن بالقرآن ففازوا، واشتغل أصحاب الحديث بالحديث ففازوا، واشتغل أهل الفقه
بالفقه ففازوا، واشتغلت أنا بزيد وعمرو؛ فليت شعري ماذا يكون حالي في الآخرة!
فانصرفت من عنده تلك الليلة، فرأيت__النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في
المنام، فقال: "أقرئ أبا العباس عني السلام، وقل له: أنت صاحب العلم المستطيل".
نزهة الألباء في طبقات الأدباء (ص: 175_176)
“Aku pernah di sisi Tsa’lab,
lalu beliau berkata kepadaku,
“Wahai Abu Bakr, para ahli Qur’an
sibuk dengan Al-Qur’an, para ahli hadits sibuk dengan hadits, sehingga mereka
memperoleh keberuntungan; para ahli fiqih sibuk dengan fiqih dan mereka
memperoleh keberuntungan, sedangkan aku hanya sibuk dengan “Zaid dan Amr”
(yakni, Ilmu Nahwu). Oh, andaikan aku sadari. Apa kira-kira keadaanku di
akirat.”
Lalu aku (Abu Bakr) berbalik
dari sisi beliau pada malam itu. Kemudian aku melihat Nabi –shallallahu alaihi
wa sallam- (dalam mimpi) pada malam itu dalam tidurku, seraya beliau bersabda, “Sampaikan
salamku kepada Abul Abbas (Tsa’lab) dan katakan kepadanya, “Engkau adalah
pemilik ilmu yang menjulur kemana-mana.” [Lihat Nuzhatul Alibba' (hlm 175-176), karya Abul Barokat Al-Anbariy]
Dijelaskan
oleh sebagian ulama bahwa maksud dari mimpi itu bahwa ilmu bahasa yang dikuasai
oleh Tsa’lab adalah ilmu yang manfaatnya menjulur kemana-mana. Sebab, semua
cabang ilmu agama, butuh kepada dasar-dasar ilmu Bahasa Arab.
Cabang-cabang
ilmu agama tidak akan dipahami dengan baik, melainkan kita menguasai Bahasa Arab,
secara khusus Ilmu Nahwu dan Shorof.
Para
pembaca yang budiman, tiba saatnya kita nukilkan secuil dari kisah hidup Al-Imam
Ahmad bin Yahya Abul Abbas Tsa’lab Asy-Syaibaniy –rahimahullah- beserta faedah
dan ibroh di baliknya.
Diceritakan kisahnya oleh Ibnu
Khollikan dalam kitabnya Wafayat Al’Ayan
(1/104),
"وكان سبب وفاته أنه خرج من الجامع يوم الجمعة بعد العصر، وكان قد
لحقه صمم لايسمع إلا بعد تعب، وكان في يده كتاب ينظر فيه في الطريق فصدمته فرس
فألقته في هوة، فأخرج منها وهو كالمختلط، فحمل إلى منزله على تلك الحال وهو يتأوه
من رأسه، فمات ثاني يوم." وفيات الأعيان (1/ 104)
“Dahulu sebab kematian beliau adalah bahwa beliau keluar
dari Masjid Jami’ pada Hari Jum’at, setelah sholat Ashar, dan sungguh dahulu beliau menderita ketulian,
tidaklah beliau dapat mendengar, kecuali setelah capek dan bersusah payah.
Namun disaat
itu ditangan beliau terdapat sebuah kitab yang sedang ia baca di jalan (sambil
berjalan kaki). Maka beliau pun ditabrak oleh seekor kuda dan menjebloskannya
ke dalam sebuah
lubang. Lalu beliau pun dikeluarkan dari lubang tersebut, sedangkan beliau
seperti orang linglung.
Kemudian beliau dibawa ke rumahnya dalam kondisi seperti itu, sedangkan beliau
menegeluhkan kepalanya.
Namun 2 hari
setelah kejadian tersebut, beliau pun meninggal (yakni, pada tahun 291 H).”
Dari kisah ini kita dapat
mengambil faedah darinya tentang ketekunan
dan tekad yang bulat dalam menelaah kitab ataupun
mempelajarinya.
Begitu
cintanya kepada ilmu, tiada waktu yang beliau lalui, melainkan di tangannya ada
kitab yang beliau baca. Sekalipun beliau berjalan, beliau tetap membaca kitab,
sampai tak sadarkan diri ada bahaya di depannya.
Hari-harinya
dilalui dengan penuh kesungguhan dan kesabaran dalam mencari ilmu, baik pada
hari-hari beliau masih belajar ataukah saat beliau sudah menjadi rujukan umat
yang mengajarkan ilmu.
Begitulah perhatian Tsa’lab –rahimahullah- dan para ulama kita terhadap waktunya
sampai-sampai mereka membaca atau menelaah kitab sambil berjalan.
Bayangkan
saja Tsa’lab –rahimahullah- tertabrak oleh kuda dan menjebloskannya ke dalam sebuah lubang, karena
saking cinta dan asyiknya dengan ilmu saat beliau menelaah sebuah kitab.
Coba anda
bandingkan dengan keadaan kita pada hari ini, maka kita akan malu kepada mereka.
Kita ini tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan mereka.
Apalagi di zaman yang penuh fitnah ‘godaan’ ini, banyak membuat orang yang sudah hijrah
kembali futur (lemah semangat), karena kurangnya ilmu mereka dan kemalasan mereka
dalam membaca kitab-kitab ilmu, ataukah
karena pergaulan bersama teman-teman
yang tidak memiliki kecintaan terhadap ilmu agama, bahkan teman-teman
ini kadang membuat kita jauh dari ilmu dan para pembawanya.
Nah, pembaca –rahimakallah- sudah
saatnya kita intropeksi diri agar senantiasa menjaga waktu kita di dunia, serta tidak
menunda-nunda waktu kita lagi untuk berbuat
kebaikan dan salah kebaikan yang terbaik adalah menuntut ilmu agama pada
majelis-majelis ilmu, baik di pesantren atau pada tempat-tempat lainnya.
Ibnu Umar –radhiyallahu-
berkata,
«إِذَا
أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ
المَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ»
“Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau berada di pagi hari, maka janganlah menunggu sore. Pergunakanlah waktu sehatmu (dalam beramal sholih) untuk masa sakitmu, dan waktu hidupmu
(dalam beramal sholih) untuk waktu
matimu.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya
(no. 6416)]
Tunggu apalagi -yaa ikhwan waa akhwatii fillah-, ayo bangunkan jiwa dan kobarkan
semangatmu, jangan biarkan rasa malas itu
menempati ruang dalam jiwa dan waktumu.
Manfaatkanlah kesempatan dan kesehatan
jasadmu dalam mencari ilmu agama, agar kelak engkau menjadi bagian dari
hamba-hamba yang berbahagia dengan ilmunya.
Sebab,
ilmu agama akan melahirkan iman dan amal shohih yang akan menjadi penolong bagi
dirinya dalam meraih jannah ‘surga’ yang penuh kenikmatan.
Semoga Allah menolong dan memberikan taufik-Nya agar kita selalu tersibukkan dengan ilmu agama
yang akan melahirkan kebaikan bagi dunia dan akhirat kita, aamiin.
واللهُ _تَعَالَى_
أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
وآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
وصلى الله على
نبينا وآله وأصحابه
* * * * * * * * * *
NB :
1. Penulis adalah santri Tahfizh Ma’had Al-Ihsan Gowa.
2. Tulisan ini telah diedit dan disempurnakan oleh Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah,
Lc. -hafizhahullah- selaku pembimbing dalam ajang latihan pengembangan
bakat menulis bagi para santri.
Maasyaa Alloh 🌷
BalasHapus