Cuaca Panas yang Ekstrim tidak Menghalanginya dalam Meraih Ilmu




Cuaca Panas yang Ekstrim
tidak Menghalanginya dalam Meraih Ilmu

Penulis :
Ummu ‘Afif Resky Aulia bintu Yusuf Al-Makassariyyah
_حفظها الله_


Menutut ilmu memang membutuhkan banyak kesabaran. Tanpa hal itu, tentu banyak orang yang akan mengalami kegagalan untuk meraup ilmu yang berlimpah.

Para ulama yang kapasitas keilmuannya tak diragukan lagi, telah membuktikan peran kesabaran sebagai peran penting dalam tholabul ‘ilmi (menuntut ilmu).

Allah -‘azza wa jalla- memerintahkan kepada kita agar menimba ilmu dan menyebarkannya agar kebaikan tersebar di tengah manusia.

Dengan ilmu tersebut, Allah mengutamakan sebagian manusia atas sebagian yang lainnya dan mengangkat derajat mereka di sisi-Nya.

Allah berfirman dalam kitab-Nya:
{يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ} [المجادلة: 11]
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat …” (QS.Al-Mujadilah :11 )

Allah –ta’ala- berfirman,
{قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ } [الزمر: 9]
“ … Katakanlah,’Adakah sama orang-orang yang mengetahui (mengilmui) dengan orang orang yang tidak mengetahui (mengilmui) “ (QS.Az-Zumar : 9 )

Di dalam ayat lain, Allah –azza wa jalla- berfirman,
{وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا } [طه: 114]
“ … Dan katankanlah,’Ya Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS.Thaha : 119)

Keutamaan-keutamaan inilah yang selalu dikejar oleh para penuntut ilmu di masa lalu dari kalangan ulama salaf di masa mereka mencari ilmu ke negeri-negeri yang jauh melalui daratan tandus dan samudera luas.

Dari sekian banyak kisah pengorbanan dan kesabaran mereka dalam menuntut ilmu, tersebutlah seorang ulama salaf yang menorehkan sejarah hidup yang terkenang sepanjang sejarah. Dialah Ibnu Shodaqoh Al-Hamawiy.

Al-Imam Al-Maqriziy dalam kitab Al-Muqoffa Al-Kabir (7/393-394)[1], mengisahkan sebagian dari kehidupan Al-Allamah Ibnu Shadaqah Al-Hamawiy (wafat 599 H) –rahimahullah-.

Al-Maqriziy –rahimahullah- menyebutkan bahwa Ibnu Shodaqoh –rahimahullah- adalah tipe orang yang super sibuk mencari ilmu dan belajar.

Kisah hidup Ibnu Shodaqoh Al-Hamawiy –rahimahullah-, dinukilkan oleh Al-Maqriziy dari Al-Hafizh Al-Mundziriy bahwa Al-Mundziriy berkata,
“Pada suatu hari, saya mengunjungi Ibnu Shodaqoh. Ketika itu, dia sedang asyik belajar di sebuah terowongan bawah tanah, karena panas yang amat menyengat.

Saya pun bertanya kepadanya, “Apa anda bisa belajar di tempat dan kondosi seperti ini?”

Ibnu Shadaqah merespon, “Kalau tidak sibuk mendalami ilmu, maka apa yang harus saya lakukan?”

Al-Mundziriy –rahimahullah- mengatakan,
“Setelah wafatnya, ada beberapa barang yang dia tinggalkan. Diantaranya adalah tiga bak tinta : bak pertama seberat sembilan belas “rithl”, bak kedua sebarat sembilan “rithl”, dan bak ketiga seberat delapan “rithl”.”

Dalam sebagian sumber, dijelaskan bahwa 1 rithl senilai 302 gram. Dari sini, dapat kita ketahui bahwa luas bak pertama senilai 5.738 gram, bak kedua seluas 2.718 gram, dan bak ketiga 2.416 gram.

Subhanallah, bak-bak tinta yang begitu luas, dahulu digunakan oleh Ibnu Shodaqoh dalam menulis ilmu dan pelajaran serta faedah-faedah dari guru-guru beliau.

Para pembaca yang budiman, mayoritas manusia mengetahui bahwa ilmu agama itu mempunyai kedudukan tinggi dan mulia, begitu mereka paham tentang kemuliaan orang-orang yang memiliki ilmu agama.

Kemudian kemuliaan itu akan bertambah, seriiring dengan keagungan ilmu agama dan keluasan pengetahuan seseorang tentangnya serta pengaruh ilmu tersebut terhadap pemiliknya.

Di zaman ini –Alhamdulillah- jalan-jalan sudah mudah, sarana-sarana tersedia. Yang jaraknya jauh, kini terasa dekat, rentang waktu dan tempat, juga sudah dilipat dan didekatkan.

Namun, dengan segala kemudahan ini, sayangnya semangat justu mengendor, tekad justru menyusut, hasil justru melemah, dan keunggulan justru meredup.

Inilah kondisi dan realita ilmu agama di hari ini dan para pemiliknya seperti yang anda lihat sendiri! Sangat menyedihkan dan amat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin yang jauh dari ilmu. Belajar, inginnya selalu enak dan nyaman. Mencari ilmu, inginnya selalu santai dan kapan ada waktu.

Lalu kapankah ilmu itu akan datang bila kita bermalas-malasan dan santai.

Abu Nashr Yahya bin Abi Katsir Al-Yamamiy –rahimahullah- berkata,
«لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ»
 “Ilmu tidak akan mampu (diraih) dengan kesantaian jasad.”
[HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 612), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol ila As-Sunan Al-Kubro (no. 400), dan Al-Khothib dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqqih (jld. 2/hlm. 205)]

Seorang penuntut ilmu harus mengerahkan segala kemampuannya dalam mencari ilmu, dan mengiiringi langkahnya dalam mencari ilmu dengan sifat kesabaran dan keikhlasan, serta selalu meminta pertolongan dan taufik dari sisi Allah –azza wa jalla-.

Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’iy –rahimahullah- berkata,
"حَقٌّ عَلَى طَلَبَةِ الْعِلْمِ بُلُوغُ غَايَةِ جُهْدِهِمْ فِي الِاسْتِكْثَارِ مِنْ عِلْمِهِ وَالصَّبْرُ عَلَى كُلِّ عَارِضٍ دُونَ طَلَبِهِ وَإِخْلَاصُ النِّيَّةِ لِلَّهِ تَعَالَى فِي إدْرَاكِ عِلْمِهِ نَصًّا وَاسْتِنْبَاطًا وَالرَّغْبَةُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى فِي الْعَوْنِ عَلَيْهِ." المجموع شرح المهذب (1/ 37)
“Wajib bagi para pencari ilmu untuk mencapai puncak usahanya dalam memperbanyak ilmu, bersabar dalam menghadapi setiap rintangan dalam pencariannya, mengikhlaskan niat semata karena Allah –ta’ala- dalam menggapai ilmu, baik melalui nash, maupun melalui penggalian ilmu, dan mengharap kepada Allah agar Dia memberikan pertolongan baginya.” [Lihat Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (1/37), karya An-Nawawiy]

Perhatikanlah semangat Ibnu Shodaqoh Al-Hamawiy –rahimahullah- dalam memanfaatkan ilmunya dalam belajar dan membaca kitab di musim panas yang amat menggigit.

Semangatnya tidak redup, karena cuaca ekstrim yang mendera jasadnya. Ia pun mencari jalan agar meringankan rasa panas saat itu dengan memasuki sebuah terowongan di bawah tanah.

Asyiknya belajar di sela-sela beliau mencari ilmu memadamkan panasnya cuaca dan pikirannya berada di sela-sela kitab, seakan-akan bercerita dan bercengkerama dengan Allah dan Rasul-Nya.

Semangatnya tidak hanya sampai disitu! Ibnu Shodaqoh terkadang membeli kitab-kitab murah yang sudah using, lalu beliau memperbaiki dan memperjelas tulisan-tulisannya yang telah kabur, menambahkan faedah dan catatan, dan merapikannya sampai kitab-kitab itu menjadi pegangan dan rujukan para penuntut ilmu di kemudian hari.

Al-Maqriziy juga menukilkan dari Al-Mundziriy, ia berkata,
"إنه كان يأخذ الكتاب بالثمن اليسير، ولا يزال يخدمه حتى يصير من الأمهات"
“Sungguh dahulu Ibnu Shodaqoh membeli kitab dengan harga yang murah, dan senantiasa ia memperbaikinya sampai jadilah kitab itu dalam deretan kitab-kitab induk (rujukan).”

Lalu dari mana semua lahir? Semua itu lahir dari kesabaran, usaha yang sungguh-sungguh dan keikhlasan dalam berkhidmat terhadap agama Allah.

Kesederhanaan dan susahnya hidup tidaklah melemahkan semangat dan langkah para ulama dan pencari ilmu. Tapi semua itu justru menjadi cambuk untuk semakin mengejar cita-cita mulia, yakni surga di balik ilmu yang mereka kejar.



[1] Sebagaimana yang tersebut dalam Asy-Sauq ila Al-Qiro’ah wa Tholab Al-Hadits (hlm. 40).

Komentar

Artikel Paling Populer