Bilal bin Rabah: Muadzin Pertama dan Simbol Keteguhan Iman

 


Bilal bin Rabah: Muadzin Pertama dan Simbol Keteguhan Iman


Penulis:

Ince Erfina -hafizhohalloh-

(Santri TN 1 Pesantren Al-Ihsan Gowa)

 

Sebelum memeluk Islam, Bilal adalah seorang budak milik Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh Quraisy yang dikenal keras menentang ajaran Islam.

 

Setelah menyatakan keislamannya, Bilal menghadapi berbagai siksaan berat dari majikannya. Namun, keteguhan imannya menarik perhatian Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang kemudian membelinya dan membebaskannya dari perbudakan.

 

Setelah dimerdekakan, Bilal menjadi salah satu sahabat terdekat Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dan dipercaya sebagai muadzin pertama dalam sejarah Islam di dunia.

 

Peran Bilal sebagai Muadzin pertama

 

Penetapan adzan sebagai panggilan untuk shalat terjadi pada tahun pertama Hijriyah di Madinah. Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- memilih Bilal sebagai muadzin pertama karena suaranya yang lantang dan merdu, serta kemampuannya menghayati kalimat-kalimat adzan dengan penuh keikhlasan.

 

Bilal mengumandangkan adzan untuk menandai masuknya waktu shalat, baik dalam keadaan normal, saat perjalanan, maupun ketika perang.

 

Keistimewaan Bilal di sisi Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-

 

Bilal bin Rabah –radhiyallahu anhu- memiliki kedudukan istimewa di sisi Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-.

 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-bersabda bahwa beliau mendengar suara sandal Bilal di surga, yang menunjukkan tingginya derajat Bilal di sisi Allah –subhanahu wa ta’ala-.

 

Selain itu, Bilal senantiasa menjaga wudhu dan memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai muadzin.

 

Datang sebuah hadits dari Buroidah bin al-Hushoib –radhiyallahu anhu-, ia berkata

أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ:

"يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ، مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ، إِلاَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى، دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى.

فَقَالَ بِلَالٌ: يا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ

 

أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ:

"يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ، مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ، إِلاَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى، دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى.

فَقَالَ بِلَالٌ: يا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ، إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ، إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ

Suatu pagi, Rasulullah memanggil Bilal dan bersabda,

“Wahai Bilal, dengan amalan apakah engkau mendahuluiku ke surga? Aku tidak pernah masuk ke surga, kecuali aku mendengar suara langkah-langkahmu di hadapanku. Tadi malam, aku masuk ke surga dan aku mendengar suara langkah-langkahmu di hadapanku.”

 

Bilal menjawab,

"Wahai Rasulullah, setiap kali aku mengumandangkan azan, aku selalu melaksanakan salat dua rakaat; setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu, lalu aku merasa bahwa aku berkeharusan untuk salat dua rakaat karena Allah."

Hadits Riwayat At-Tirmidziy dalam “Sunan”-nya (no. 3689); di-shohih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy dalam “Shohih At-Targhib” (no. 201).

 

Akhir Hayat dan Warisan Bilal bin Rabah

 

Setelah Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- wafat, Bilal merasakan kesedihan yang mendalam. Ia merasa tak sanggup lagi mengumandangkan adzan karena setiap kalimatnya mengingatkannya pada sosok yang paling ia cintai, yaitu Rasul –shallallahu alaihi wa sallam-.

 

Akhirnya, ia meninggalkan Madinah dan menetap di Suriah, mengikuti berbagai ekspedisi militer dalam perjuangan Islam.

 

Meskipun demikian, dedikasi dan pengorbanannya dalam menyebarkan ajaran Islam tetap dikenang sepanjang masa.

Bilal bin Rabah meninggal dunia pada usia sekitar 60 tahun, meninggalkan warisan sebagai muadzin pertama dan simbol keteguhan iman dalam sejarah Islam.

 

Kisah Bilal bin Rabah mengajarkan umat Islam tentang keteguhan iman, keberanian, dan dedikasi dalam menjalankan ajaran Islam.

 

Sebagai muadzin pertama, perannya sangat vital dalam sejarah peradaban Islam, dan namanya akan selalu dikenang sebagai simbol keikhlasan dan pengorbanan dalam menegakkan agama Allah.

 

Faedah dari Kisah Bilal bin Rabah –radhiyallahu anhu-

 

Berikut beberapa faedah dan pelajaran berharga dari kisah Bilal bin Rabah –radhiyallahu anhu:

 

1. Keimanan yang Kokoh Melahirkan Keteguhan Hati

 

Bilal bin Rabah menghadapi siksaan berat karena mempertahankan imannya, namun ia tetap teguh dan tidak tergoyahkan. Ini mengajarkan kita bahwa keimanan yang kuat akan membuat seseorang bertahan dalam ujian dan cobaan hidup.

 

2. Kesabaran dan Keikhlasan Membawa Kemuliaan

 

Dari seorang budak yang dihina, Bilal diangkat derajatnya hingga suaranya terdengar di surga.

 

Ini menunjukkan bahwa kemuliaan di sisi Allah tidak diukur dari status sosial, tetapi dari kesabaran dan keikhlasan seseorang dalam menjalankan agama.

 

3. Adzan sebagai Syiar Islam yang Agung

 

Bilal adalah muadzin pertama yang dipilih Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-.

 

Ini menunjukkan betapa pentingnya adzan sebagai panggilan shalat yang mengingatkan umat Islam untuk menghadap Allah, baik dalam keadaan damai maupun perang.

 

4. Persaudaraan dalam Islam tidak Memandang Kasta dan Status Sosial

 

Islam tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan latar belakangnya. Bilal, yang dahulu seorang budak, menjadi salah satu sahabat terdekat Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dan sangat dihormati di antara kaum muslimin.

 

Ini menunjukkan bahwa Islam menilai manusia berdasarkan ketakwaannya, bukan status dunianya.

 

5. Konsistensi dalam Ibadah Membawa Keistimewaan di Sisi Allah

 

Bilal senantiasa menjaga wudhunya dan selalu mengerjakan shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu. Amalan kecil menurut sebagian orang, namun konsisten ini yang membuatnya mendapatkan kedudukan istimewa di surga.

 

Ini mengajarkan kita bahwa istikamah dalam ibadah, meskipun sederhana, sangat dicintai oleh Allah –ta’ala.

 

6. Besarnya Cinta Bilal kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-

 

Setelah wafatnya Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, Bilal tidak lagi mampu mengumandangkan adzan karena rasa kehilangan yang begitu mendalam.

 

Ini menunjukkan betapa besar cintanya kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, yang menjadi teladan bagi kita dalam mencintai Nabi dengan mengikuti ajarannya.

 

7. Pengorbanan dalam Menegakkan Islam Akan Dikenang Sepanjang Masa

 

Bilal bukan hanya seorang muadzin, tetapi juga seorang pejuang yang ikut dalam berbagai ekspedisi militer untuk menyebarkan Islam.

 

Namanya tetap harum dalam sejarah sebagai simbol pengorbanan, keberanian, dan keteguhan iman.

 

Kisah Bilal bin Rabah bukan sekadar sejarah, tetapi juga inspirasi bagi kita untuk terus berjuang dalam keimanan, bersabar dalam ujian, dan selalu berpegang teguh pada ajaran Islam dengan penuh keikhlasan.

 

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kehidupannya!


_____________


Artikel Terkait: https://santritahfizh11.blogspot.com/2019/10/ibnu-tabban-al-maghribiy-si-kutu-buku-dan-pencinta-ilmu.html 

Komentar

Artikel Paling Populer