Kitab yang Basah di Tengah Keringnya Padang Pasir
[Kisah]
Kitab yang Basah
di Tengah Keringnya Padang Pasir
Penulis :
Menempuh
perjalanan dalam menuntut ilmu merupakan sebuah keharusan bagi seorang penuntut
ilmu, demi merasakan manisnya ilmu agama. Karena, manisnya ilmu itu, tidaklah
didapatkan, kecuali dengan melewati berbagai rintangan di dalamnya.
Hal ini
dapat kita lihat dari kisah-kisah para penuntut ilmu dari kalangan para ulama
terdahulu yang sangat memukau dan menggugah jiwa.
Nah, pada
tulisan kami untuk kali ini, kami ingin membawakan sekelumit kisah perjalanan
seorang ulama ahli bahasa semasa menuntut ilmu; sebuah kisah indah yang patut
kita tiru.
Beliau
adalah Yahya bin Ali At-Tibriziy _ رحمه الله
_ (wafat pada tahun 502 H). Dikenal
dengan Al-Khothib At-Tibriziy.
Dikisahkan
oleh Yaqut Al-Hamawiy dalam kitabnya “Mu’jam Al-Udaba’” (6/2824),
beliau berkata,
“Diceritakan
bahwa sebab perjalanan panjang At-Tibriziy menuju Abu ‘Alaa’ Al-Ma’arriy bahwa
ia (At-Tibriziy) pernah mendapatkan naskah manuskripsi dari kitab Al-Azhariy[1],
milik beliau dalam beberapa jilid yang halus dan lembut.
Beliau
(At-Tibriziy) ingin mengecek dan mengambil naskah manuskripsi ini dari seorang
ahli bahasa dengan sanad-nya, lalu beliau pun diarahkan kepada Abul ‘Alaa’.
Kemudian
beliau (At-Tibriziy) pun meletakkan kitab-kitabnya dalam sebuah kantong dan
memikulnya di atas punggungnya dari Kota Tibriz menuju Ma’arroh (sekarang
dikenal dengan Ma’rroh An-Nu’man, masuk dalam wilayah Iran, dengan jarak antara
keduanya 1193 km)
Beliau
tidak memiliki harta untuk menyewa hewan kendaraan. Akhirnya, beliau pun
berjalan kaki sampai keringat beliau bercucuran dari punggung beliau dan
menembus kantong yang dibawanya. Akibatnya, kitab-kitab beliau itu menjadi
basah karenanya.
Andaikan
ada orang yang tidak tahu tentang sejarah kitab-kitab (yang basah) tersebut dan
melihatnya, maka pastilah ia akan mengira bahwa kitab-kitab itu pernah
tenggelam dalam air. Padahal tidak ada sesuatu apapun yang mengenainya (membasahinya),
melainkan keringat dari Yahya bin Ali (At-Tibriziy).”
Demikianlah
kisah beliau yang menakjubkan, dimana kitab-kitab yang semula halus dan lembut,
berubah menjadi kitab-kitab yang keriting dan bergelombang, sebagaimana umumnya
kertas yang basah lalu kering.
Namun hal
itu tidaklah terjadi, melainkan karena keringat beliau. Subhanallah,
sungguh besar keutamaan dan perjuangan beliau. Kesulitan yang kita rasakan
tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rintangan dan kesusahan yang dihadapi
oleh beliau –rahimahullah-.
Bayangkan saja beliau bersabar melintasi perjalanan sejauh 1193 km dari Tibriz menuju Ma'arroh, sambil memikul kantong atau keranjang berisi kitab-kitab tebal, semata-mata karena ingin menuntut ilmu di depan seorang guru.
Bayangkan saja beliau bersabar melintasi perjalanan sejauh 1193 km dari Tibriz menuju Ma'arroh, sambil memikul kantong atau keranjang berisi kitab-kitab tebal, semata-mata karena ingin menuntut ilmu di depan seorang guru.
Begitulah
perjuangan para penuntut ilmu terdahulu yang sudah sepantasnya kita jadikan
sebagai panutan dan teladan, bukan malah kita mengidolakan artis-artis Korea
dan musiknya yang memekakkan telinga, membuat kita terpesona -wal ‘iyadzu
billah-, sebagaimana hal ini banyak menimpa muda-mudi kaum muslimin.
Para
pembaca yang budiman, ada begitu banyak faedah dan ibrah yang dapat kita petik
dari kisah ini dan juga kisah-kisah para ulama terdahulu , terutama bagi
para penuntut ilmu untuk memompa semangat mereka agar tidak mudah menyerah
dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu di jalan Allah.
Tekad
mereka yang begitu kuat, hingga segenap usaha pun mereka kerahkan untuk
memuaskan dahaga dan kecintaan mereka terhadap ilmu agama yang mulia ini.
Cuaca
panas yang luar biasa dan teriknya matahari di padang pasir pun tidak membuat
semangat mereka surut untuk menimba ilmu langsung dari pakarnya.
Kesenangan
dunia yang fana ini, mereka tinggalkan demi meraih kebahagiaan yang hakiki.
Bahkan kesempitan harta, tidak menghalangi mereka untuk mendapatkan ilmu, walau
di ujung dunia sekalipun!
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kami dan juga para pembaca, dan semoga Allah -تعلى-
senantiasa memberikan taufik dan pertolongan-Nya kepada kita agar selalu selalu
istiqomah, aamiin.
Sekian,
yang benar hanyalah dari Allah dan bila ada yang salah, maka itu datangnya dari
kami dan syaithon yang terkutuk.
…………………………………..
Pesantren
A-Ihsan Gowa,
Sabtu, 29/Muharrom/1441
H
Tulisan ini telah diedit dan diperiksa oleh Guru kami, Ust. Abdul Qodir Abu Fa'izah, Lc. -hafizhahullah-.
Tulisan ini telah diedit dan diperiksa oleh Guru kami, Ust. Abdul Qodir Abu Fa'izah, Lc. -hafizhahullah-.
[1] Al-Azhariy adalah Muhammad bin Ahmad
Al-Azhariy Al-Harowiy (wafat 370 H), seorang ahli bahasa yang memiliki kitab
monumental dengan judul “Tahdzib Al-Lughoh”, kini dicetak oleh Dar Ihya’ At-Turots
Al-Arobiy, Beirut, Lebanon, dalam 8 jilid, pada tahun 2001 M. [ed.]
Barokallohu fikunna ya tholibatina wa banatina
BalasHapusMasyaallah . Semoga lahir penulis muslim(ah) lainnya
BalasHapusJazakumullah khaer
BalasHapusMasya Allah. Jadi terharu :'(
BalasHapus