Prajurit Kesatria Penakluk Konstantinopel
Abu Ayyub Al-Anshoriy
Prajurit Kesatria Penakluk
Konstantinopel
Penulis :
Ust. Abdul Qodir Abu Fa'izah, Lc.
_hafizhahullah_
_hafizhahullah_
Sahabat Nabi yang mulia ini bernama Khalid bin Zaid bin Kulaib, dari Bani Najjar. Julukannya adalah Abu Ayyub Al-Anshariy.
Allah mengharumkan namanya di timur dan di barat serta mengangkat derajatnya diatas makhluk-makhluk-Nya yang lain.
Ketika itu Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap saat Nabi Muhammad
-Shallallahu alaihi wa sallam- yang baru berhijrah ke Madinah.
Rasulullah tiba di Madinah tepat
pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal (menurut Al-Mas’udiy).
Ketika Nabi tiba di Madinah dengan “dielu-elukan” dan dirindukan oleh seluruh penduduk.
Ketika Nabi tiba di Madinah dengan “dielu-elukan” dan dirindukan oleh seluruh penduduk.
Semua mata memandanginya dengan
penuh kerinduan seolah memandang sang kekasih hati. mereka semua membuka
pintu-pintu rumah, berharap Nabi yang mulia itu sudi menginap di tempat mereka.
Rasulullah ternyata tinggal di
sebuah desa yang berjarak dua mil dari Madinah yaitu desa Quba’. Di sini beliau
membangun sebuah masjid Quba’ yang disebuat Allah sebagai “Masjid yang di
dirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama”.
Kemudian Beliau menunggangi ontanya keluar dari Quba'.
Kemudian Beliau menunggangi ontanya keluar dari Quba'.
Para pemimpin kota Yatsrib berusaha agar beliau mau
berhenti.
Masing-masing ingin mendapat
kehormatan dan rumahnya dijadikan tempat menginap oleh Nabi.
Mereka menghalang-halangi jalannya
onta dan memohon “Tinggallah dirumah saya beserta seluruh perlengkapan Anda,
wahai Rasulullah. Kami akan menjamin keamanan Anda”.
Rasulullah berkata,
“Biarkanlah onta ini berjalan
sekehendaknya karena dia diperintah oleh Allah”.
Onta tersebut terus berjalan diikuti tatapan para penyambut. Bila dia melewati satu rumah, maka pemiliknya merasa pupus harapan untuk bisa menjadi tuan rumah bagi Rasulullah.
Onta tersebut terus berjalan diikuti tatapan para penyambut. Bila dia melewati satu rumah, maka pemiliknya merasa pupus harapan untuk bisa menjadi tuan rumah bagi Rasulullah.
Sebaliknya, pemilik-pemilik rumah
berikutnya menanti dengan harap-harap cemas, akankah rumah mereka dipilih oleh
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-?
Namun onta tersebut terus berjalan, dan pada akhirnya sampailah ia disebuah tanah kosong tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari Bani Najjar didepan rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di situlah ia berhenti dan menderum.
Namun onta tersebut terus berjalan, dan pada akhirnya sampailah ia disebuah tanah kosong tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari Bani Najjar didepan rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di situlah ia berhenti dan menderum.
Tapi Rasulullah tidak segera turun,
tak lama kemudian si onta bangkit dan berjalan kembali.
Rasulullah melepaskan tali
kendalinya. Belum jauh berjalan, dia berbalik dan duduk ditempat semula.
Kemudian Rasulullah bersabda, “Disinilah
tempatnya, insya Allah”.
Tak terkirakan kebahagiaan Abu Ayyub. Dia segera mendekati Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dan menurunkan barang-barang bawaan Beliau.
Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Dia bermaksud mengosongkan barang-barangnya di lantai atas agar bisa di tempati oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- .
Tak terkirakan kebahagiaan Abu Ayyub. Dia segera mendekati Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dan menurunkan barang-barang bawaan Beliau.
Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Dia bermaksud mengosongkan barang-barangnya di lantai atas agar bisa di tempati oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- .
Namun Rasulullah memilih tinggal di
lantai bawah sehingga Abu Ayyub menuruti saja kehendak beliau.
Abu bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari beberapa sanad dengan lafadz yang hampir bersamaan, bahwa
Abu bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari beberapa sanad dengan lafadz yang hampir bersamaan, bahwa
Abu Ayyub berkata: ketika Rasulullah
tinggal di rumahku, Beliau menempati bagian bawah rumahku, sementara aku dan
Ummu Ayyub di bagian atas.
Kemudian aku katakan kepadanya,
“Wahai Nabi Allah, aku tidak suka dan merasa berat engkau berada di bawahku.
Naiklah engkau keatas dan biarlah kami turun ke bawah”.
Tetapi Nabi menjawab, “Wahai Abu
Ayyub, biarkan kami tinggal di bagian bawah, agar orang yang bersama kami dan
orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak perlu bersusah payah”.
Ketika malam, Rasulullah beranjak keperaduannya, sementara Abu Ayyub dan istrinya naik ke lantai atas. Setelah menutup pintu, berkatalah Abu Ayyub “Istriku apa yang kita lakukan ini? Rasulullah berada di bawah dan kita di atasnya? Patutkah hal seperti ini?
Ketika malam, Rasulullah beranjak keperaduannya, sementara Abu Ayyub dan istrinya naik ke lantai atas. Setelah menutup pintu, berkatalah Abu Ayyub “Istriku apa yang kita lakukan ini? Rasulullah berada di bawah dan kita di atasnya? Patutkah hal seperti ini?
Kita berada diantara Nabi dan wahyu
yang akan turun kepada beliau."
Semalaman kedua suami istri ini gelisah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka menyingkir dari tengah-tengah ruangan yang diperkirakan Rasulullah tidur di bawahnya.
Semalaman kedua suami istri ini gelisah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka menyingkir dari tengah-tengah ruangan yang diperkirakan Rasulullah tidur di bawahnya.
Bila hendak pergi ke sisi ruangan
yang lain, mereka berjalan menempel pada dinding karena tak ingin berjalan di
atas Rasulullah.
Pagi harinya, Abu Ayyub berterus terang kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, demi Allah semalam suntuk saya tidak dapat memejamkan mata, demikian pula dengan Ummu Ayyub”.
Pagi harinya, Abu Ayyub berterus terang kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, demi Allah semalam suntuk saya tidak dapat memejamkan mata, demikian pula dengan Ummu Ayyub”.
Nabi bertanya “Apakah sebabnya wahai
Abu Ayyub?”.
“Saya teringat betapa saya berada diatas sedangkan Anda dibawah. Bila saya bergerak, maka debu-debu akan berjatuhan dari atas dan menggangu anda. Di samping itu saya berada diantara wahyu dan anda”.
“Saya teringat betapa saya berada diatas sedangkan Anda dibawah. Bila saya bergerak, maka debu-debu akan berjatuhan dari atas dan menggangu anda. Di samping itu saya berada diantara wahyu dan anda”.
Rasulullah menenangkan “Tenanglah
wahai Abu Ayyub, sesungguhnya aku merasa lebih enak berada di bawah, karena
nantinya akan banyak tamu berdatangan”.
Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan:
Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan:
Demikianlah Rasulullah tinggal di
bagian bawah, sementara kami tinggal di bagian atas.
Pada suatu malam yang dingin, kendi
tempat air minum Abu Ayyub pecah dan airnya membasahi lantai. Kemudian segeralah
ia dan ummu ayyub membersihkan air itu dengan selimut satu-satunya itu, agar
air itu tidak menggangu beliau.
Keesokan harinya aku turun kepadanya seraya berkata,
“Demi ayah bundaku, wahai
Rasulullah, benar-benar saya tidak bisa tinggal di atas anda”.
Ku ceritakan soal kendi yang pecah
itu. Beliau akhirnya menerima alasanku dan bersedia pindah keatas.
Pada kesempatan yang lain Abu Ayyub menceritakan:
Pada kesempatan yang lain Abu Ayyub menceritakan:
Kami biasa membuatkan makan malam
untuk Nabi. Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa
makanan itu di kembalikan kepada kami, maka aku dan ummu ayyub berebut bekas
tangan beliau dan kami makan bersama sisa makanan itu untuk mendapatkan berkah
beliau.
Pada suatu malam kami mengantarkan makan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu di kembalikan oleh Rasulullah kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya.
Pada suatu malam kami mengantarkan makan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu di kembalikan oleh Rasulullah kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya.
Kemudian dengan rasa cemas, aku
datang menanyakan,
“Wahai Rasulullah, engkau kembalikan
makan malammu, tetapi aku tidak melihat adanya bekas tanganmu. Padahal setiap
kali engkau mengembalikan sisa makananmu, aku dan ummu ayyub selalu berebut
pada bekas tanganmu karena ingin mendapat berkah”.
Nabi menjawab,
“Aku temui makanan itu bau bawang,
padahal aku senantiasa bermunajat (kepada Allah). Tetapi untuk kalian makan
sajalah”.
Abu Ayyub berkata :
Lalu kami memakannya. Setelah itu
kami tidak pernah lagi menaruh bawang pada makanan beliau.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan, yaitu sampai masjid di atas tanah yang diduduki onta beliau selesai dibangun.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan, yaitu sampai masjid di atas tanah yang diduduki onta beliau selesai dibangun.
Selanjutnya Beliau dan para istrinya
tinggal di bilik-bilik di sebelah masjid. Beliau menjadi tetangga Abu Ayyub,
tetangga yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan dan keutamaan.
Abu Ayyub mencintai Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan cinta yang menyita segenap akal dan hatinya.
Abu Ayyub mencintai Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan cinta yang menyita segenap akal dan hatinya.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam- mencintai Abu Ayyub dengan cinta yang menghapuskan dinding pemisah
antara Abu Ayyub dan dirinya karena Rasulullah menganggap rumah Abu Ayyub
seperti rumahnya sendiri.
Berkisah Ibnu Abbas:
Pada suatu siang yang terik, Abu Bakar keluar dari rumahnya menuju ke masjid.
Berkisah Ibnu Abbas:
Pada suatu siang yang terik, Abu Bakar keluar dari rumahnya menuju ke masjid.
Umar melihat lalu menyapanya, “Wahai
Abu Bakar, apa yang menyebabkan anda keluar rumah pada siang seterik ini?”.
Jawab Abu Bakar, “Aku tidak akan
keluar rumah kalau tidak di dorong oleh rasa lapar yang menggigit”.
Umar menimpali. “Aku pun -demi Allah-
tidak keluar kecuali karena sebab yang sama”.
Saat mereka berdua bercakap-cakap, Rasulullah datang seraya bertanya. “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat sepanas ini?”.
Saat mereka berdua bercakap-cakap, Rasulullah datang seraya bertanya. “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat sepanas ini?”.
Keduanya menjawab,
“Demi Allah, perut yang perih karena
lapar yang memaksa kami keluar”.
Kata Nabi,
“Demi Allah Yang jiwaku di tangan
Nya, tidak ada pula yang mengeluarkan diriku dari rumah kecuali itu juga. Mari
ikutlah aku”.
Mereka bertiga berjalan sampai di depan pintu rumah Abu Ayyub.
Mereka bertiga berjalan sampai di depan pintu rumah Abu Ayyub.
Setiap hari memang Abu Ayyub biasa
menyediakan makanan untuk Rasulullah.
Bila pada waktu-waktu makan beliau
tidak juga datang, baru Abu Ayyub memperbolehkan keluarganya memakannya.
Ummu Ayyub membuka pintu lalu
mengucapkan salam. ‘Selamat datang wahai Nabi dan saudara-saudara”.
Rasulullah bertanya, “Dimana Abu
Ayyub?”.
Saat itu Abu Ayyub sedang mengurus
pohon kurmanya di samping rumah.
Mendengar suara Nabi, dia segera
menyongsong. “Selamat datang, Wahai Rasulullah dan saudara-saudara”.
Lanjutnya, “Wahai Nabiyullah, bukan
kebiasaan Anda datang pada waktu-waktu seperti ini”.
Nabi membenarkan. “Engkau benar”.
Abu Ayyub kemudian memotong setandan kurma yang berisi tamar, rutab, dan busr (rutab adalah kurma yang sudah masak, sedangkan busr adalah yang masih separuh masak).
Rasulullah berkata, “Janganlah
engkau memotong tandan yang begini. Sebaiknya ambillah tandan yang sudah
sempurna”.
Kata Abu Ayyub, “Wahai Rasulullah, saya
ingin Anda makan tamar-nya, rutab-nya, dan busr-nya juga. Saya pun akan
menyembelih kambing untuk Anda”.
Pesan Rasulullah, “Janganlah engkau
menyembelih kambing yang sudah mengeluarkan susu”.
Abu Ayyub memilih seekor anak
kambing yang berumur setahun.
Setelah menyembelihnya, ia berkata
kepada istrinya. “Buatlah adonan untuk roti, engkau lebih mengerti cara membuat
roti. Untuk kambingnya, masaklah yang separuh dan bakarlah yang separuh
lainnya”.
Setelah masak, roti, kuah, dan
kambing segera dihidangkan. Rasulullah mengambil sepotong daging dan menaruhnya
di dalam roti seraya berkata,
“Wahai Abu Ayyub, tolong antar roti
dan daging ini ke rumah Fathimah. Dia juga sudah beberapa har ini tidak makan
sesuatu”.
Setelah mereka semua kenyang, Nabi berkata.
Setelah mereka semua kenyang, Nabi berkata.
“Roti, daging, tamar, rutab, dan
busr”.
Kedua mata beliau berlinangan ketika
melanjutkan,
“Demi jiwaku di tanganNya, inilah
yang disebut nikmat, yang akan kalian pertanggungjawabkan kelak pada hari
kiamat. Bila kalian menghadapi hidangan seperti ini dan akan menyantapnya,
bacalah basmalah dan bila sudah kenyang ucapkan Al-Hamdulillahilladzi huwa
asba’anaa wa an’ama ‘alaina fa afdhala (Segala puji bagi Allah yang memberi
kami makan sampai kenyang dan memberi karunia yang sebaik-baiknya)”.
Rasulullah lalu bangkit dan berpesan kapada Abu Ayyub. “Besok datanglah ke tempatku”.
Rasulullah lalu bangkit dan berpesan kapada Abu Ayyub. “Besok datanglah ke tempatku”.
Sudah menjadi tabiat luhur
Rasulullah bahwa tak seorang pun berbuat baik kepada beliau, kecuali segera di
balas dengan kebaikan yang lain.
Abu Ayyub segera berkata “Saya akan
datang besok ya Rasulullah”.
Keesokan harinya pergilah Abu Ayyub ke tempat Rasulullah.
Keesokan harinya pergilah Abu Ayyub ke tempat Rasulullah.
Beliau ternyata menghadiahinya
seorang pembantu rumah tangga, seraya berpesan “Perlakukanlah anak ini dengan
baik di rumahmu Abu Ayyub. Kami tidak pernah mendapati pada dirinya selain sesuatu
yang baik selama di rumah ini”.
Abu Ayyub pulang bersama anak belia itu.
Abu Ayyub pulang bersama anak belia itu.
Ummu Ayyub keheranan melihatnya,
maka ia bertanya. “Untuk siapa anak ini, Abu Ayyub?”.
Jawab Abu Ayyub “Untuk kita. Hadiah
dari Rasulullah”.
“Sebuah hadiah yang paling berharga”,
komentar Ummu Ayyub.
Abu Ayyub melanjutkan. “Beliau
berpesan agar kita memperlakukan anak ini dengan sebaik-baiknya”.
Ummu Ayyub berpikir-pikir, “Kebaikan apa yang bisa kita lakukan terhadapnya untuk melaksanakan pesan Rasulullah itu”.
Kedua suami istri itu terdiam untuk
beberapa saat sampai akhirnya Abu Ayyub berkata, “Demi Allah aku tak mungkin
melaksanakan pesan itu lebih baik dari memerdekakan anak ini”.
“Engkau telah mendapatkan petunjuk
kebenaran! Engkau mendapatkan taufik!”. Ummu Ayyub kegirangan. Anak kecil itu
pun dimerdekakan oleh mereka.
Rangkaian kisah di atas adalah mengenai kehidupan Abu Ayyub dalam suasana damai.
Rangkaian kisah di atas adalah mengenai kehidupan Abu Ayyub dalam suasana damai.
Bila anda sempat mengetahui sebagian
hidupnya dalam peperangan, niscaya anda akan menjumpai hal-hal yang
menakjubkan.
Sepanjang hidupnya Abu Ayyub adalah seorang mujahid yang aktif.
Sepanjang hidupnya Abu Ayyub adalah seorang mujahid yang aktif.
Perang terakhir yang diikutinya
adalah penaklukkan konstantinopel.
Muawiyah saat itu mengirimkan
pasukan yang di pimpin oleh putranya sendiri, Yazid.
Pada masa itu, Abu Ayyub adalah seorang lanjut usia yang berumur 80-an, sehingga Abu Ayyub tidak dapat lama bertempur.
Pada masa itu, Abu Ayyub adalah seorang lanjut usia yang berumur 80-an, sehingga Abu Ayyub tidak dapat lama bertempur.
Dia menderita sakit yang
mengharuskannya istirahat. Yazid sebagai panglima menjenguk dan bertanya,
“Adakah Anda memerlikan sesuatu, Abu Ayyub?”.
Dia menjawab, “Sampaikanlah salamku
kepada seluruh kaum muslimin….”.
Abu Ayyub juga berpesan agar pasukan terus maju ke daerah musuh dan membawanya bersama mereka. Bila nanti dia wafat dimedan
perang, hendaknya jenazahnya dibawa dan dimakamkan di bawah dinding
konstantinopel.
Tak lama setelah itu, Abu Ayyub pun wafat. Pasukan muslimin melaksanakan amanat sahabat Rasulullah ini. Mereka terus bertempur dengan gagah berani. Ketika mencapai dinding batu konstantinopel mereka memakamkan jenazah Abu Ayyub dibawahnya.
Abu Ayyub juga berpesan agar pasukan terus maju ke daerah musuh dan membawanya bersama mereka. Bila nanti dia wafat di
Tak lama setelah itu, Abu Ayyub pun wafat. Pasukan muslimin melaksanakan amanat sahabat Rasulullah ini. Mereka terus bertempur dengan gagah berani. Ketika mencapai dinding batu konstantinopel mereka memakamkan jenazah Abu Ayyub dibawahnya.
Komentar
Posting Komentar